Menjauh untuk menjaga.
Adalah
luka dan cinta menjadi kabur perbedaanya ketika seseorang terkubur oleh
perasaanya. Ini bukan salah siapa-siapa mengapa seseorang paham hakikat
cemburu, ini juga bukan dosa siapa-siapa ketika seseorang mengorbankan rasa
sakit demi sebuah senyum yang merekah dengan dahi mengernyit.
Kau
benar, aku lah aktornya : yang paling paham bermain mimik muka. Memang
begitukan? Apalagi yang bisa dilakukan selain mengatup bibir dan memenjarakan
kata-kata. Aku tidak akan mengatakanya meski lubang mulai menganga, semakin
hari bertambah lebarnya. Memang itu yang aku mau, semakin lebar, semakin besar
hingga akhirnya mati rasa.
Adalah
jauh dan dekat menjadi sesuatu yang saling melekat ketika jarak mulai bicara.
Kita dekat dalam pelukan sahabat, tapi sejujurnya jauh sebatas hati yang terus
mengeluh. Lalu dia jauh hingga tak tersentuh, tapi dekat bagimu yang punya
cinta berwujud pekat. Urusan ini memang sedikit membuat pertanyaan tanpa
jawaban. Tapi bagi mereka yang memahami sebuah jarak, pemahamanya akan
sederhana. Sesederhana jarak, yang bisa saja dikalahkan oleh waktu.
Aku
hanya ingin kau paham, ini bukan sebuah kiasan yang parau. Bukan pula, tumpahan
rasa yang remaja menyebutnya galau. Bukan! Tapi ini sebuah pemaknaan. Ini sebuah
pengakuan. Bahwa Tuhan begitu ramah-Nya menjadi sutradara, hingga kita,
manusia, adam, hawa, aku dan kamu bisa mengerti kesederhanaan hakikat cinta dan
luka.
Bandung, 25 september 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar